Para sahabat dan kaum sholihin, marilah kita sekarang meneliti makna dan hikmah peringatan maulidin Nabi saw. (peringatan kelahiran Nabi saw.) dan dalil-dalil yang berkaitan dengannya. Menurut riwayat pertama kali yang mengadakan acara peringatan-peringatan hari kelahiran dan kewafatan adalah pada pertengahan abad kedua tahun Hijriyah pada zamannya Imam Ja’far Shodiq atau Imam Musa Al-Kadhim dan diteruskan para Khalifah Bani Fathimiyah di Kairo pada abad ke empat Hijriyah. Mereka memperingati hari kelahiran dan kewafatan Nabi saw., Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib kw., Sayyidah Fatimah ra., Imam Hasan dan Imam Husin bin Ali bin Abu Thalib r.a dan orang-orang sholeh lainnya.
Golongan pengingkar ada yang mengatakan menurut riwayat sejarah awal mula peringatan maulidin Nabi saw. diadakan oleh Al-Muiz-Liddimillah al-Abadi dan dia ini memiliki nama yang jelek karena dekat dengan Yahudi, Nasrani jauh dari Muslim dan sebagainya. Umpama saja riwayat dan mengenai pribadi orang itu kita benarkan sebagaimana yang dikatakan golongan pengingkar, kita tidak perlu melihat pribadi seseorang yang mengarang sesuatu, tapi yang penting lihat dan bacalah isi dan makna yang ditulis atau diciptakan oleh orang tersebut selama hal itu baik dan bermanfaat serta tidak keluar dari syari’at Islam maka dibolehkan dan malah di anjurkan oleh Islam untuk mengamalkannya! Sebagaimana ada kata-kata yang terkenal: ‘Janganlah kalian melihat siapa yang berbicara tapi dengar- kan apa yang dibicarakan’.
Jadi walaupun orang kafir tapi mempunyai ide/saran yang baik dan sarannya itu tidak keluar dari syari’at Islam, malah kita dianjurkan untuk menerimanya bila hal itu bermanfaat bagi masyarakat. Memang sifat kebiasaan golongan pengingkar yang sudah terkenal yaitu bila mereka tidak menyenangi amalan sesuatu karena bertentangan dengan pahamnya, mereka akan mencela, mencari jalan macam-macam untuk menjelekkan pribadi orang-orang yang menulis atau yang menciptakan sesuatu amalan tersebut.
Riwayat tentang awal mulanya peringatan maulidin Nabi saw. bermacam-macam, begitu juga mengenai tanggal lahir beliau saw. tetapi semua ini bukan suatu masalah yang perlu kita bahas disini. Yang sudah pasti bahwa berkumpulnya manusia secara massal untuk menyelenggarakan peringatan-peringatan keagamaan ini terjadi setelah zaman Nabi saw. dan para sahabat. Peringatan maulid ini diselenggarakan oleh muslimin yang terdiri baik dari kaum ulama mau pun kaum awam seluruh negara didunia antara lain: Mesir, Iran, Iraq, Indonesia, Malaysia, Saudi Arabia, Afrika, Yaman, Marokko, Pakistan, India serta dinegara-negara barat dan lain sebagainya.
Di Saudi Arabia walaupun disini tempat lahirnya Muhammad Abdul Wahhab imam golongan wahabi/salafi serta pengikutnya banyak diadakan peringatan maulid Nabi saw. dirumah-rumah atau flat-flat serta dihadiri oleh orang banyak dan cukup berkedudukan penting dipemerintahan Arab-Saudi. Mereka tidak dibolehkan menyolok mengadakan peringatan tersebut karena dikuatirkan akan terjadi keonaran yang ditimbulkan oleh golongan yang fanatik dan anti peringatan tersebut. Penulis pernah tinggal di Saudi Arabia dan sering menghadiri peringatan maulid disana.
Malah sekarang yaitu di Madinah setiap musim haji, bulan-bulan Rajab, Sya’ban dan bulan mulia lainnya pada setiap malam jum’at mulai jam 22.00, ribuan orang sebagian besar dari golongan madzhab Syiah dari Iran, Irak, Kuwait dan lainnya duduk berkumpul dimuka kuburan Baqi’ (yaitu kuburan yang letaknya berhadapan dengan Kubah kuburan Nabi saw di Masjid Nabawi Madinah) untuk membaca bersama do’a Kumail (do’anya Amirul Mukminin Ali kw. yang diajarkan pada Kumail bin Ziyad) dengan pengeras suara, dan sekitar tempat itu dijaga oleh tentara-tentara Saudi Arabia hanya untuk menjaga keamanan saja.
Penulis sendiri, waktu naik haji dan Umrah, kebetulan melihat dan menyaksi- kan hal tersebut serta memotonya. Kami kira jama’ah Haji lainnya bila bertepatan malam jum’at berjalan didaerah itu akan bisa menyaksikan sendiri hal tersebut. Padahal dahulunya ulama-ulama Saudi sangat melarang adanya kumpulan-kumpulan pembacaan do’a dimuka umum seperti itu, apalagi sambil menggunakan pengeras suara. Mungkin dengan adanya dialog antara para ulama Saudi dengan ulama madzhab lainnya mengenai hal tersebut, maka mereka tidak bisa melarangnya karena tidak adanya dalil yang jelas dan tegas tentang larangan tersebut malah sebaliknya banyak dalil yang mengarah kebolehan dan kesunnahan berkumpul bersama untuk membaca dzikir.
Peringatan maulid memang tidak pernah dilakukan orang pada masa ke hidupan Nabi saw., itu memang bid’ah (rekayasa), tetapi rekayasa yang baik, karena sejalan dengan hukum syara’ dan sejalan pula dengan kaidah-kaidah umum agama. Sifat rekayasanya/ bid’ahnya terletak pada bentuk berkumpulnya jama’ah, bukan terletak pada per-orangan (individu) yang memperingati hari kelahiran Nabi saw. Sebab masa hidup beliau saw. dengan berbagai cara dan bentuk setiap muslim melakukannya meski pun tidak disebut ‘perayaan atau peringatan’. Tidak lain semua itu adalah ijtihad para ulama pakar untuk mengumpulkan orang guna memperingati maulid Nabi saw. secara bersama/massal. Jadi bid’ah (rekayasa) seperti itu adalah rekayasa yang baik sekali karena banyak hikmah dan manfaat pada majlis tersebut.
Allah swt. berfirman: “ ’Isa putera Maryam berdo’a, ‘Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari Raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezeki yang paling Utama’ ”. (QS. Al-Maidah [5] :114)
Turunnya makanan dari Allah swt. untuk ummat nabi ‘Isa saja sudah sebagai suatu kenikmatan dan hari Raya untuk ummat ‘Isa dan untuk yang datang sesudah mereka. Bagi ummat Muhammad Allah swt. telah memberikan berbagai kenikmatan dan kemuliaan karena lahirnya dan turunnya makhluk yang paling mulia yaitu Habibullah Rasulallah saw. kedunia ini. Mengapa golongan pengingkar selalu melarang kita menyambut dan merayakan hari maulid beliau saw., sebagai suatu kenikmatan dan kebahagiaan buat kita?
Allah swt.. berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat kami, (dan Kami perintahkan kepadanya), ‘Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah”. Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. ” (QS. Ibrahim [14] : 5)
Yang dimaksud dengan hari-hari Allah pada ayat itu ialah peristiwa yang telah terjadi pada kaum-kaum dahulu serta nikmat dan siksa yang dialami mereka. Ummat nabi Musa disuruh oleh Allah swt. untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang telah lalu baik itu yang berupa nikmat atau berupa adzab dari Allah swt.. Dengan adanya peringatan maulid itu kita selalu di ingatkan kembali kepada junjungan kita Rasulallah saw. sebagai penghulu para Nabi dan Rasul ! Mengapa justru golongan pengingkar melarang dan membid’ahkan munkar orang yang sedang memperingati hari kelahiran Rasulallah saw.?
Lupa adalah salah satu ciri kelemahan yang ada pada setiap orang, tidak pandang apakah ia berpikir cerdas atau tidak. Kita sering mendengar orang berkata : Summiyal-Insan liannahu mahallul khatha’i wan-nisyan (dinamakan manusia/Insan karena ia tempat kekeliruan dan kelupaan/nisyan). Dengan demikian lupa sering digunakan orang untuk beroleh maaf atas suatu ke salahan atau kekeliruan yang telah diperbuat. Bahkan di Al-Qur’an dalam surat Al-Kahfi : 63 terdapat isyarat bahwa lupa adalah dorongan setan, yaitu ketika murid (pengikut) Nabi Musa as. menjawab pertanyaan beliau dengan mengatakan: ‘Tidak ada yang membuatku lupa mengingat (makanan) itu kecuali setan’.
Satu-satunya obat untuk dapat mencegah atau menyembuhkan penyakit lupa yaitu peringatan. Bila orang telah di ingatkan atau diberi peringatan, ia tidak mempunyai alasan lagi untuk menyalahgunakan lupa agar beroleh maaf atas perbuatannya yang salah itu. Kata dzikir, dzakkara atau dzikra (ingat, mengingatkan, peringatan dan seterusnya) adalah sempalan kata lain dari akar kata dzikir yang berulang-ulang ditekankan dalam Al-Qur’an.
Bahkan para Nabi dan Rasul termasuk junjungan kita Nabi Muhammad saw disebut juga sebagai Mudzakkir yakni Pemberi ingat. Dengan tekanan makna yang lebih tegas dan keras, para Nabi dan Rasul disebut juga sebagai Nadzir yakni pemberi peringatan keras kepada manusia yang menentang kebenaran Allah swt.
Dengan keterangan singkat diatas jelaslah betapa besar dan penting masalah peringatan dan mengingatkan. Tujuannya adalah agar manusia sebatas mungkin dapat terhindar dari penyakit lupa dan lalai yang akan menjerumuskannya kedalam pemikiran salah dan perbuatan sesat. Itulah masalah yang melandasi pengertian kita tentang betapa perlunya kegiatan memperingati maulid Nabi Muhammad saw. Peringatan maulid Nabi saw. ini merupakan amal kebaikan yang sangat dianjurkan. Banyak sekali dalil naqli maupun ‘aqli yang mendukung dan membenarkan kegiatan yang baik itu. Bukan lain adalah Al-Qur’an sendiri telah mengisyaratkan betapa mulianya dan betapa terpujinya kegiatan memperingati kelahiran para Nabi dan Rasul.
No comments:
Post a Comment