(Begitu juga Al-Hafidh Syamsuddin Muhammad bin Nashiruddin al-Dimasyqi berkata: “Jika orang kafir yang nyata-nyata telah dicela oleh Allah melalui firman-Nya ‘Celakalah dua tangan Abu Lahab’ serta dia kekal dalam neraka justru ada keterangan bahwa selamanya disetiap hari Senin dia memperoleh keringanan siksa lantaran kegembiraannya dengan kelahiran Nabi Muhamad Lalu bagaimanakah dengan orang yang sepanjang hidupnya bergembira dengan kelahiran beliau dan diapun mati dalam keadaan bertauhid?--pen.)”.
Selanjutnya Ustadz Muhammad Al-Maliki berkata: Rasulallah saw. sendiri menghormati hari kelahiran beliau, dan bersyukur kepada Allah atas karunia nikmat-Nya yang besar itu. Beliau dilahirkan dialam wujud sebagai hamba Allah yang paling mulia dan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Cara beliau menghormati hari kelahirannya dengan berpuasa. Hadits dari Abu Qatadah yang mengatakan, bahwa ketika Rasulallah saw. ditanya oleh beberapa orang sahabat mengenai puasa beliau tiap hari Senin, beliau menjawab:
ذَالِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ اَوْ اُنْزِلَ عَلَيَّ فِيْهِ
‘Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu juga Allah swt. menurunkan wahyu kepadaku”. (HR Muslim dalam shahihnya).
Puasa yang beliau lakukan itu merupakan cara beliau memperingati hari maulidnya sendiri. Memang tidak berupa perayaan, tetapi makna dan tujuan- nya adalah sama, yaitu peringatan. Jadi peringatan dapat dilakukan dengan cara berpuasa, dengan memberi makan kepada pihak yang membutuhkan, dengan berkumpul untuk berdzikir dan bershalawat atau dengan menguraikan keagungan perilaku beliau sebagai manusia termulia dan sebagainya.
(Jawaban Rasulallah saw. waktu ditanya tentang puasa hari Senin: 'hari itu hari kelahiranku....', beliau saw. tidak menjawab misalnya : “Puasa hari senin itu mulia dan boleh-boleh saja..”, ini menunjukkan bahwa hari kelahiran beliau saw. ada mepunyai nilai tambahan dari hari-hari lainnya, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw. termasuk perhatian terhadap hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam---pen.).
Pernyataan senang dan gembira menyambut kelahiran Nabi saw. merupakan tuntunan Al-Qur’an. Allah berfirman:
قُلِ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْـيَفْرَحُوا
“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah (dengan itu) mereka bergembira’ “. (S.Yunus: 58)
Allah swt. memerintahkan kita bergembira atas rahmat-Nya dan Nabi Muhammad saw. jelas merupakan rahmat Allah terbesar bagi kita dan semesta alam.
Dan firman-Nya :
وَمَا أرْسَلـْنَاكَ إلاَ رَحْمَةً لِلعَالَمِـيْنَ
“Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta”. (Al-Anbiya:107)
Rasulallah saw. memperhatikan kaitan antara suatu masa dan peristiwa-peristiwa besar keagamaan yang pernah terjadi dimasa silam (sebelum beliau). Manakala masa terjadinya peristiwa itu berulang, itu dipandang sebagai kesempatan untuk mengingatnya, menghormati hari terjadinya dan suasana yang meliputinya. Mengenai itu beliau telah menetapkan sendiri kaidahnya. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits, setiba Rasul-Alah di Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram). Ketika beliau saw. menanyakan hal itu, dijawab: ‘Mereka (orang Yahudi) berpuasa karena Allah telah menyelamatkan Nabi mereka (Musa as) dan menenggelamkan musuh mereka’. Mendengar itu Nabi saw. menjawab:
نَحْنُ أوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ
‘Kami lebih berhak memperingati Musa daripada kalian (orang-orang Yahudi)’. Beliau kemudian berpuasa pada hari itu dan menyuruh para sahabat berpuasa juga.
Peringatan maulid memang tidak pernah dilakukan orang pada masa hidup nya Nabi saw. Itu memang bid’ah (rekayasa), tetapi bid’ah hasanah (rekayasa baik), karena sejalan dengan dalil-dalil hukum syara’ dan sejalan pula dengan kaidah-kaidah umum agama. Sifat bid’ahnya terletak pada bentuk berkumpulnya jama’ah (secara massal), bukan terletak pada perorangan (individu) yang memperingati maulid Nabi. Sebab masa hidup beliau, dengan berbagai cara dan bentuk setiap muslim melakukannya, meski pun tidak disebut ‘perayaan atau peringatan’.
Tidak semua yang tidak pernah dilakukan oleh kaum Salaf ( terdahulu) dan yang belum pernah terjadi pada masa pertumbuhan Islam adalah bid’ah dholalah (sesat) dan harus ditolak. Masalah demikian itu harus dihadapkan pada dalil-dalil syara’. Yang mendatangkan maslahat bagi kaum muslimin adalah wajib, yang membahayakan kehidupan Islam dan kaum muslimin adalah haram. Adapun soal cara hukumnya tergantung pada maksud dan tujuannya (niatnya).
Dalam peringatan maulid ini pasti dikumandangkan ucapan-ucapan shalawat dan salam bagi junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. Shalawat dan salam, keduanya ini dikehendaki oleh Allah swt. Dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat (melimpahkan rahmat dan ampunan) kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, hendak lah kalian bershalawat (mendo’akan rahmat) baginya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (Al-Ahzab : 56)
Betapa banyak pahala kebaikan yang didapat oleh orang yang banyak mengucapkan shalawat Nabi, sehingga Rasulallah saw. sendiri menjanjikan sepuluh kali lipat balasan do’a beliau bagi orang dari umatnya yang bershalawat kepada beliau. Dalam peringatan Nabi itu pasti mencakup uraian mengenai riwayat-riwayat beliau, mu’jizat-mu’jizat beliau, sejarah kehidupan beliau dan pengenalan beliau akan berbagai segi kemuliaan beliau. Bukan- kah kita diharuskan mengenal beliau dan dituntut supaya berteladan kepada beliau serta mengimani Al-Qur’an sebagai mu’jizat yang besar dan mem- benarkannya? Dikitab-kitab maulid banyak memaparkan semuanya itu.
Dengan selalu mengenal/mengingat keagungan perangai beliau serta mu’jizat-mu’jizat dan pembinaan serta tuntunan beliau pasti akan lebih menyempurnakan keimanan kita kepada beliau saw.. Mengenal keadaan beliau dan menyakini tiada sesuatu (makhluk) yang lebih indah, lebih sempurna dan lebih utama daripada semua sifat yang ada pada beliau saw., pasti semuanya ini akan menambah kecintaan kita dan lebih menyempurna- kan keimanan kita pada beliau sebagai Nabi dan Rasul. Kedua-duanya itu merupakan tuntunan syara’ dan upaya/jalan untuk bisa mencapai dua hal itu wajib kita lakukan. Allah swt berfirman: “Dan semua kisah dari para Rasul, Kami ceriterakan kepadamu, yang dengan kisah-kisah itu Kami teguhkan hatimu”. (QS Hud : 120)
Dari firman tersebut tampak jelas banyak hikmah yang terkandung dalam kisah para Nabi dan Rasul, dan menambah keteguhan hati Nabi Muhammad saw. Sudah pasti, umat Islam terutama saat ini sangat memerlukan keteguhan hati dalam menghadapi berbagai godaan dan cobaan hidup. Untuk itulah kita sangat membutuhkan kisah kehidupan junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw.. Pada umumnya semua ulama dan kaum muslimin ber- pendapat tidak ada cara tertentu atau cara khusus bagi peringatan maulid Nabi saw. yakni tidak ada cara tertentu yang harus dilakukan orang. Sebab, tujuan pokok peringatan ini mengajak orang kepada kebaikan yang ber- manfaat bagi mereka didunia dan diakhirat. Seumpama kita hanya menyatakan pujian-pujian dengan menyebut-nyebut junjungan kita Nabi Muhammad saw., baik mengenai keutamaanya, perjuangannya dan lain-ain sebagainya, itu sudah berarti terlaksanalah sudah peringatan maulid Nabi saw. Menurut hemat kami pengertian demikian itu tidak akan dipertengkarkan orang dan tidak pula menimbulkan pertikaian.
No comments:
Post a Comment