Tidak ada salahnya kalau peringatan Maulid, Isra Mi’raj atau peringatan-peringatan keagamaan lainnya, dengan mengadakan pidato-pidato, ceramah ceramah dan pelajaran khusus, baik di masjid-masjid, balai-balai pertemuan maupun lewat segala macam mas media. Peringatan akan dapat mengingat- kan kaum muslimin pada soal-soal yang bersangkutan dengan agama. Selama peringatan-peringatan itu berlangsung, mereka sekurang-kurangnya memperoleh kesegaran jiwa dan melepaskan sementara kesibukan sehari-hari mengenai urusan hidup kebendaan yang tiada habis-habisnya dan terus-menerus. Mengenai manfaat peringatan, Allah swt. telah berfirman sebagai berikut:
وَذَكِّرْ فَإنَّ الِّكْرَى تَنْفَعُ المُؤْمِنِينَ
“Dan ingatkanlah, karena peringatan itu sesungguhnya bermanfaat bagi orang-orang yang beriman “. (Adz-Dhariyat : 55)
Peringatan keagamaan seperti ini, yang diselenggarakan tanpa berlebih-lebihan atau pemborosan yang tidak perlu, dapat dipandang sebagai sunnah hasanah (perjalanan baik) yang diakui oleh hukum syara’ bahkan diterima dengan baik dalam zaman kita sekarang. Zaman sekarang ini seakan-akan Allah swt. hendak meratakan dan melestarikan berlangsungnya per- ingatan-peringatan keagamaan itu sepanjang tahun. Seakan-akan Allah menghendaki supaya setiap orang Muslim dari saat kesaat selalu berada di dalam suasana Al-Qur’an, suasana sunnah Rasul-Nya dan suasana ke hidupan Islam, yang dari suasana segar seperti itu Allah menghendaki kebaikan bagi umat manusia.
Mulai dari bulan Muharram dengan segala kegiatan yang ada didalamnya sampai dengan bulan Rabiul Awal yang penuh peringatan-peringatan Maulid Nabi saw, sampai bulan Rajab dengan peringatan Isra Mi’raj, terus hingga bulan Sya’ban dan bulan turunnya Al-Qur’an Ramadhan disambung lagi dengan tiga bulan musim haji yaitu Syawal, Dzul Qi’dah dan Dzul Hijjah. Demikianlah suasana keagamaan berlangsung terus menerus dan berulang-ulang setiap tahun”.
Seorang penulis Islam, Al-Ustadz Abdurrahim Al-Jauhari dalam makalah-nya antara lain menginginkan agar peringatan maulid Nabi saw. tidak hanya berlangsung dalam waktu sehari saja, tetapi supaya berlangsung selama sebulan penuh, agar para ulama memperoleh waktu yang cukup untuk menyebarluaskan nilai-nilai abadi yang terdapat didalam kehidupan Nabi saw. Karena dilihat dari besarnya pengaruh ajaran Rasulallah saw. didalam kehidupan bangsa-bangsa, baik secara sosial mau pun secara individual, maka kelahiran Nabi Muhammad saw. dapat dipandang sebagai suatu peristiwa terbesar dalam sejarah. Oleh karenanya perayaan peringatan-peringatan maulid Nabi saw. yang mulia itu harus disesuaikan dengan keagungan pribadi beliau dan harus pula disesuaikan dengan kebesaran pengaruhnya di seluruh dunia.
Ada pun mengenai resepsi-resepsi resmi yang diadakan untuk memperingati maulid Nabi saw. itu hanya dapat dianggap sebagai perayaan nasional bagi seluruh Negara yang mengakui Islam sebagai agama resmi.
Doktor Muhammad Sayyid Ahmad Al-Musir, gurubesar ilmu ‘Aqidah dan Filsafat pada Fakultas Ushuluddin, dalam wawancara khusus dengan wartawan majalah Al-Liwa’ul Islamy menerangkan antara lain sebagai berikut: “Perayaan peringatan maulid Nabi saw. itu dengan jamuan/pesta makan dan minum sama sekali tak ada kaitannya dengan teladan mulia yang telah di berikan oleh Rasulallah saw. Akan tetapi perlu dimengerti, bahwa kami tidak melarang atau mengharamkan jenis-jenis tertentu dan makanan dan minuman yang disuguhkan dalam peingatan tersebut, tetapi yang kami sesali ialah ada sementara orang yang beranggapan bahwa bentuk-bentuk peringatan yang bersifat kebendaan itu merupakan bagian daripada peringat an maulid Nabi saw.
Pendapat sementara orang yang memandang peringatan maulid Nabi saw. atau peringatan keagamaan lainnya sebagai bid’ah, perbedaan kami dengan mereka (yang membid’ahkan peringatan-peringatan keagamaan--pen) ialah mengenai pengertian atau ta’rif tentang bid’ah dan sunnah. Mereka mengata kan bahwa ‘setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka’ sebagaimana yang terdapat di dalam hadits shahih.
Akan tetapi mereka itu melupakan sesuatu yang amat penting yaitu bid’ah yang disebut sesat (dholalah) dan yang tempatnya di neraka bukan lain adalah bid’ah yang di-isyaratkan oleh Al-Qur’an, yakni firman Allah swt.: ‘Mereka mensyari’atkan sebagian dari agama sesuatu yang tidak diizinkan Allah ” (Asy-Syura:21)
Jadi bid’ah yang terlarang itu ialah penambahan bentuk peribadatan (yang pokok--pen) didalam agama. Hal ini sama sekali tidak terdapat dalam peringatan keagamaan yang diadakan, seperti peringatan maulid Nabi saw. dan peringatan keagamaan lainnya”.
Pendapat Al-Ustadz Mahmud Syaltut tentang peringatan maulid Nabi saw. “Setelah abad-abad pertama Hijriyah (abad ke tujuh Masehi) di kalangan kaum muslimin mulai berlangsung kebiasaan mengadakan perayaan memperingati hari maulid Nabi saw. pada bulan Rabiul-Awal tiap tahun. Cara mereka memperingati maulid ini berbeda-beda menurut keadaan lingkungan dinegeri mereka masing-masing. Ada yang merayakan hari kelahiran Nabi saw. dengan menyiapkan makanan-makanan khusus yang pada umumnya tidak biasa dimakan sehari-hari, kemudian mereka makan bersama keluarganya pada malam 12 Rabiul awwal dalam suasana riang gembira.
Ada yang merayakan dengan menyediakan beberapa macam kue-kue manis yang khusus dibuat dalam aneka ragam bentuknya oleh para pedagang. Kue-kue ini diletakkan secara teratur dan serasi didepan toko mereka untuk menarik para pembeli. Ada juga yang merayakan dengan menyelenggarakan pertemuan-pertemuaan yang dibuka dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Kebanyakan para qari membacakan ayat-ayat yang sesuai dengan sifat peringatan maulid tersebut. Setelah itu dibacakan kisah maulid Nabi saw. dengan mengetengahkan sifat-sifat dan akhlak beliau saw., juga kisah lainnya yang menerangkan keadaan masyarakat pada masa kelahiran beliau saw.. Pada zaman pertama generasi-generasi berikutnya, orang mulai menulis buku dan menghimpun ucapan orang-orang yang menyampaikan berita-berita riwayat dan hadits-hadits. Kemudian buku ini disebar luaskan kepada kaum muslimin untuk mengingatkan mereka tentang kebesaran Nabi Muhammad saw. dan perangai mulia yang telah menjadi fitrah beliau, yang telah dikenal baik oleh keluarga, sanak kerabat dan kaumnya (yakni orang Quraish--pen). Antara lain diriwayatkan berita dalam buku-buku tersebut:
‘Ketika beliau masih sebagai anak penggembala kambing, ketika beliau masih remaja muda turut bersama pamannya beliau dalam perang Fijjar (peperangan yang terjadi setelah tahun Gajah antara orang-orang Quraish dan sekutunya orang-orang Kinanah disatu pihak, melawan orang orang dari Bani Hawazin. Konon waktu itu Rasulallah saw. umur 14 th. ada riwayat mengatakan umur beliau waktu itu 20 th.—red.) dan persekutuan Fudhul. Juga dibuku tersebut meriwayatkan ketika beliau saw. telah mencapai kematangan fitrah dalam hubungan dengan Allah dan masih banyak lagi keterangan-keterangan riwayat beliau saw. yang tercantum dalam buku-buku tersebut. Demikian itulah peringatan-peringatan maulid Nabi saw. yang lazim dilakukan oleh kaum muslimin sebagai sunnah setelah abad-abad pertama Hijriyah’ ”!
Imam Abu Syamah gurunya Imam Nawawi ketika mengomentari peringatan maulid Nabi saw. berkata sebagai berikut: “Diantara kegiatan terbaik yang diada-adakan pada masa kita sekarang ini adalah kegiatan yang dilakukan setiap tahun bertepatan dengan kelahiran Nabi kita Muhammad saw. yakni memperbanyak sedekah, mengerjakan hal-hal yang baik serta menampakkan keriangan dan kegembiraan. Karena demikian itu selain didalamnya terkandung perbuatan yang baik terhadap fakir miskin juga mengesankan suatu kecintaan dan pengagungan kepada Nabi saw. serta juga rasa syukur kepada Allah swt.atas karunia-Nya yang telah menciptakan beliau saw. dan mengutusnya sebagai rahmat bagi sekalian alam”.
As-Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliki Al-Hasani rohimahullah, beliau adalah seorang ulama dan anak seorang ulama besar Al-Allamah Ustadz Alawy, dikerajaan Arab Saudi yang berkedudukan sebagai Mufti Makkah. Sekali pun secara format kerajaan Arab Saudi madzhab Wahabi/ Salafi tapi beliau tetap sebagai ulama yang bermadzhab Maliki. (Akhir-akhir ini ada golongan Salafi/Wahabi sebagaimana kebiasaannya berani meng- kafirkan seorang ulama yang bertauhid ini yakni Ustadz Muhammad al-Maliki ini karena tidak sepaham dengan mereka! Ya Allah janganlah kami di masukkan kegolongan yang mudah mengkafirkan sesama muslimin yang meng-Esakan Engkau dan beriman kepada Malaikat-Malaikat-Mu, Rasul-Rasul-Mu serta mempunyai kiblat yang sama dengan kaum muslimin lainnya. Amin--pen.).
Maulid Nabi saw. yang tertulis dalam, makalahnya Haulal–Ihtifal Bil-Maulidin Nabawiyyisy-Syarif (Sekitar Peringatan Maulid Nabi yang Mulia) tersebut merupakan salah satu karya tulis dari beberapa orang ulama dan penya’ir Islam kenamaan, yang dimuat dalam buku koleksi pilihan tulisan para ulama dan para penya’ir Islam berjudul Baaqah Ithrah, cetakan pertama tahun 1983, yang terbit di Makkah.
Pendapatnya mengenai peringatan maulid Nabi saw. dalam makalahnya itu antara lain: Sebenarnya sudah terlalu banyak orang berbicara tentang perayaan atau peringatan Maulid Nabi saw. Sesungguhnya masih banyak soal lain yang lebih memerlukan pemikiran kita. Pembicaraan masalah ini seolah-olah menjadi permasalahan rutin setiap tahun, sehingga orang merasa jemu. Selama masih banyaknya pikiran yang secara diam-diam menyalahkan –bahkan mengharamkan– perayaan atau peringatan maulid Nabi saw., maka tidak ada jeleknya jika saya berusaha memenuhi harapan kaum muslimin awam, yang masih merasa butuh kepada penjelasan mengenai jaiz atau bolehnya penyelenggaraannya.
Lebih baik saya tekankan lebih dahulu bahwa bentuk peringatan Maulid Nabi saw. seperti berkumpul untuk mendengarkan riwayat hidup beliau, menyata- kan pujian-pujian dan sholawat yang memang sudah menjadi hak beliau saw., kemudian dilanjutkan dengan suguhan-suguhan makanan dan lain sebagainya guna menyemarakkan/ menggembirakan kaum muslimin, semuanya itu boleh/jaiz, tidak dilarang oleh syara’. Perayaan atau peringatan maulid ini dapat dan boleh diselenggarakan kapan saja. Memang benar peringatan ini diadakan pada bulan kelahiran beliau saw. adalah lebih baik, karena lebih menggugah ingatan orang kepada peristiwa besar yang terjadi dalam bulan itu dimasa silam. Dengan demikian orang lebih mudah mengkaitkan masa kini dengan masa lampau.
Tidak dapat disangkal bahwa mengumpulkan orang banyak untuk mem- peringati Maulid ini merupakan salah satu cara terpenting untuk menda’wah- kan kebenaran Allah dan Rasul-Nya. Ini merupakan kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan. Dalam kesempatan itupun para ulama dapat mengingatkan umat kepada junjungan kita Rasulallah saw. Bagaimana sesungguhnya beliau itu, bagaimana keagungan dan keluhuran budi pekerti serta akhlaknya, bagaimana kehidupan beliau saw. sehari-hari, bergaul dengan para sahabat- nya, bagaimana beliau menunaikan ibadah kepada Allah dan sebagainya. Jadi kegiatan perayaan maulid ini adalah kegiatan yang sangat baik dan bermanfaat.
No comments:
Post a Comment